Wednesday, November 13, 2013

Cara Menyikapi Kemajuan Dalam Bidang Komunikas



Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) seperti televisi kabel, telepon genggam, komputer, laptop, dan internet memang tidak bisa dibendung lagi, bahkan tak terpisahkan dengan kehidupan umat manusia. Karena sejatinya, kemajuan teknologi sudah lama dijadikan solusi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lebih baik, lebih aman, praktis, dan seterusnya.
Saat ini, kita dapat dengan mudah menyaksikan begitu besar pengaruh kemajuan TIK terhadap nilai-nilai budaya yang dianut masyarakat—baik masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Akibatnya, segala informasi dapat dengan mudah diakses masyarakat.
Dalam perkembangan TIK khususnya internet dan berbagai situs jejaring sosial seperti facebook, twitter, youtube, dunia bloging, dan forum komunitas-komunitas mulai banyak bermunculan. Memang, kita bisa memanfaatnya untuk media dakwah dalam skala yang lebih luas. Karena internet bisa diakses siapa pun di seluruh penjuru dunia.
Selain menguntungkan, tentu semua itu bisa merugikan penggunanya. Dampak negatifnya, semakin menjalarnya kasus penipuan lewat sms, akun facebook, dan telepon. Yang lebih mengenaskan lagi, banyaknya kasus kekerasan dan penyimpangan seksual yang terjadi pada anak-anak ternyata banyak diakibatkan penyalahgunaan TIK tersebut.
Adalah Arif Sobarudin, Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung dalam makalahnya Dampak dan Solusi Hasil Teknologi dan Komunikasi menuliskan bahwa ada korelasi positif antara permainan komputer dengan tingkat kejahatan di kalangan anak muda.
Ia menambahkan bahwa game online yang mengandung unsur kekerasan dan sadisme (violence and gore) memberikan dampak lebih besar daripada kejahatan yang berasal dari televisi bahkan dari kejahatan yang sesungguhnya.
“Karena permainan tersebut memicu perilaku-perilaku agresif dan sadistis pada diri anak, dan bisa mengakibatkan dorongan kepada anak untuk bertindak kriminal seperti yang dilihatnya,” tulisnya.
Selain itu, dunia maya juga rawan akan penipuan. Belum lama ini, Mahasiswa Universitas Terbuka, Jakarta telah mengalami penipuan. Muhammad Hamzah harus kehilangan kurang lebih Rp 12 juta setelah melakukan transaksi jual beli ponsel di situs berniagashop.webs.com.
“Akhir Desember lalu, saya sudah lapor polisi, tapi belum ditindaklanjuti,” ungkap Hamzah.
Diakui atau tidak, kemajuan TIK perlahan mulai mengubah pola hidup dan pola pikir masyarakat. Seyogianya, sebagai orang tua, selalu memantau perkembangan anak dengan tanpa mengekang kreativitas ataupun dunia mereka. Karena anak memiliki dunianya sendiri, mereka hidup dengan segala imajinasi dan teman-teman yang mereka miliki.
Tugas orangtua adalah mendidik dan mengarahkan agar mereka tidak terjebak dalam dunia yang dipenuhi dengan kegelapan, tapi juga dunia yang diwarnai dengan keceriaan dan kebahagiaan, serta dunia di mana mereka menilai citra dirinya (image of self) secara positif dan memiliki rasa percaya diri (self esteem).
Lantas, bagaimanakah cara kita menyikapinya? Salah seorang tokoh perlindungan anak, Kak Seto Mulyadi mengatakan bahwa kemajuan TIK ini menjadi dilema—sangat diperlukan sekaligus sangat ditakutkan. Semua tergantung kepada si pengguna.
Kak Seto memberi perumpamaan kemajuan TIK itu ibarat pisau. Jika bisa digunakan dengan baik, ia bermanfaat membantu kerja manusia, seperti memasak, memotong kertas, dan lain sebagainya. Sebaliknya, jika disalahgunakan, ia bisa digunakan untuk membunuh, memeras, dan lain sebagainya.
Akibat penyalahgunaan TIK memang tidak bisa ditampik lagi. Adanya faktor ketergantungan, malas belajar, kecenderungan menyendiri atau sulit bersosialisasi, perubahan tulisan tangan, kemudahan mengakses pornografi, serta tindak kekejaman dan kekerasan, sering kali dikeluhkan para orangtua dan pendidik.
Menyikapi permasalahan ini, Kak Seto menambahkan bahwa penggunaan kemajuan teknologi sah-sah saja, asalkan harus ada yang mengawasi. Ia berpesan agar peranti teknologi tidak untuk dikonsumsi secara privat, melainkan sebagai konsumsi umum alias seluruh anggota keluarga.
Dengan begitu, kita sebagai orangtua atau anggota keluarga bisa terus saling mengontrol aktivitas satu sama lain. Para orangtua juga dapat memantau langsung apa saja yang dibuka si anak ketika bermain internet. Sehingga ruang anak untuk mengakses hal yang tidak baik semakin sempit.
Mungkin Anda sering mendapati, orangtua yang merasa bangga karena mampu membelikan anak-anak mereka peranti teknologi canggih. Sedangkan, dia sendiri sama sekali tidak bisa mengoperasikannya. Pertanyaannya, bagaimana kita mengetahui apakah anak-anak menyimpan gambar atau video yang tidak semestinya mereka lihat.
Oleh karena itu, para orangtua atau pendidik juga dituntut untuk belajar teknologi agar tidak gagap teknologi (gaptek). Dengan begitu, mereka bisa dengan mudah mengontrol dan mengawasi kegiatan anak-anak dan tidak mudah tertipu dengan sikap manis anak mereka sendiri.
Tidak ada salahnya kita mengetahui suatu tempat kejelekan agar kita bisa membendung diri kita—khususnya keluarga kita—dan mengingatkan orang lain di sekitar kita. Dengan kata lain, mempelajari dan mengetahui bahaya penyalahgunaan TIK, kemudian kita gunakan untuk membendungnya
Sebagai langkah preventif, orangtua bisa memblokir situs-situs berbahaya agar si anak tidak dapat mengakses. Seperti memasang software yang dirancang khusus untuk melindungi ‘kesehatan” anak. Misalnya, program nany chip atau parents lock yang dapat memproteksi anak dengan mengunci segala akses yang berbau seks dan kekerasan.
Lifestyle Blog juga melansir cara-cara dalam memblokir situs-situs negatif di internet dengan mengakses Norton Online Family. Sistem ini berguna untuk mengantisipasi masuknya situs-situs yang kurang layak di komputer atau laptop anak. Norton Online Family ini dapat diakses dengan mudah dan gratis. Dengan cara mengunduh dan menginstal di komputer atau laptop anak, Norton Online Family bisa langsung digunakan.
Selain memblokir situs negatif, sistem ini juga dapat menghubungkan komputer orangtua ke komputer anak, sehingga orangtua dapat mengetahui apa saja yang dilakukan si anak ketika berselancar (browsing) di dunia maya—termasuk ketika anak melakukan percakapan (chat) dengan orang asing.
Untuk mengurangi akses anak terhadap dunia maya, orangtua bisa juga menerapkan imbalan dan hukuman (reward and punishment). Seperti yang dilakukan oleh Sulis Mawati, seorang ibu rumah tangga yang memiliki anak perempuan dengan kebiasaan bermain internet.
Ia merasa harus lebih intensif memperhatikan anaknya, terlebih ketika ia mendapati hasil chat milik anaknya dalam situs jejaring sosial. Untuk itu, ia terpaksa mengurangi uang jajan untuk mengurangi intensitas si anak bermain di warnet. “Ya, saya kurangin uang jajan,” tutur ibu tiga orang anak ini.
Selain itu, orangtua harus menjalin komunikasi yang baik dengan anak, serta memberitahukan kepada mereka tentang bahaya-bahaya penggunaan internet. Meski sebuah pepatah mengatakan “Hormatilah orangtuamu dan hormatilah guru!” namun kita juga tidak bisa menampik hal sebaliknya, “Hormatilah anakmu dan hormatilah muridmu!”
Rasa saling menghormati dan menyayangi tidak bisa seimbang jika tidak muncul dari kedua belah pihak. Fakta yang terjadi saat ini, banyak orangtua dan guru yang merasa diri merekalah yang paling benar, terbaik, dan yang selalu harus didengar. Mereka tidak menghargai pemikiran anak didiknya bahkan selalu meremehkan perilaku anak, hanya mau memerintah, dan tidak pernah mau mendengarkan permasalahan anak mereka.
Akibatnya, anak lebih memilih bersosialisasi dengan teman sebayanya yang sama-sama labil atau mungkin melampiaskan permasalahan mereka dengan sibuk bermain di dunia maya. Oleh karena itu, perilaku kurang baik anak diharapkan untuk tidak dikesampingkan para pendidik melainkan untuk lekas dihadapi dan dicari solusinya.
Bukan hal mustahil, jika anak dan orangtua sudah mau saling membuka diri, berintrospeksi, menyayangi, dan peduli satu sama lain, maka akan terhapus pulalah ragam ketakutan dan kekhawatiran dalam penyalahgunaan kemajuan teknologi yang kerap terjadi di masyarakat kita belakangan ini.
Dan yang terpenting adalah menanamkan nilai-nilai agama dan akhlak mulia kepada anak dan anak didik. Dengan bekal agama, kita akan dengan mudah memilih dan memilah suatu hal yang baik atau buruk. Tidak hanya itu, kita juga mampu menjaga jarak dengan hal-hal yang bisa membuat kita tergelincir.
Terakhir, sudah selayaknya orangtua senantiasa mendoakan anak agar menjadi anak yang saleh dan salehah. Karena hanya Allah SWT yang Maha Menggenggam segalanya. Dialah yang membolak-balikkan hati. Doa adalah senjata bagi seorang Muslim
Tentu, orangtua tidak bisa mengawasi anak-anak mereka selama 24 jam penuh. Di saat tidak dalam pengawasan orangtua, semoga mereka tetap dalam lindungan-Nya. Begitulah Islam mengajarkan. Semoga anak-anak kita menjadi generasi terbaik bagi masa depan bangsa dan agama.

Refferensi:
1. http://www.majalahgontor.net/index.php?option=com_content&view=article&id=594:menyikapi-kemajuan-teknologi-informasi-dan-komunikasi&catid=40:laporan&Itemid=103
2. http://tonyseno.blogspot.com/2008/08/unified-communication-untuk-kelancaran.html

No comments:

Post a Comment