Perkembangan Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK) seperti televisi kabel, telepon genggam, komputer, laptop,
dan internet memang tidak bisa dibendung lagi, bahkan tak terpisahkan dengan
kehidupan umat manusia. Karena sejatinya, kemajuan teknologi sudah lama
dijadikan solusi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lebih baik, lebih aman,
praktis, dan seterusnya.
Saat ini, kita dapat dengan mudah menyaksikan begitu
besar pengaruh kemajuan TIK terhadap nilai-nilai budaya yang dianut
masyarakat—baik masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Akibatnya, segala
informasi dapat dengan mudah diakses masyarakat.
Dalam perkembangan TIK khususnya
internet dan berbagai situs jejaring sosial seperti facebook, twitter, youtube,
dunia bloging, dan forum komunitas-komunitas mulai banyak bermunculan. Memang,
kita bisa memanfaatnya untuk media dakwah dalam skala yang lebih luas. Karena
internet bisa diakses siapa pun di seluruh penjuru dunia.
Selain menguntungkan, tentu semua
itu bisa merugikan penggunanya. Dampak negatifnya, semakin menjalarnya kasus
penipuan lewat sms, akun facebook, dan telepon. Yang lebih mengenaskan lagi,
banyaknya kasus kekerasan dan penyimpangan seksual yang terjadi pada anak-anak
ternyata banyak diakibatkan penyalahgunaan TIK tersebut.
Adalah Arif Sobarudin, Mahasiswa
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung dalam makalahnya Dampak
dan Solusi Hasil Teknologi dan Komunikasi menuliskan bahwa ada korelasi
positif antara permainan komputer dengan tingkat kejahatan di kalangan anak
muda.
Ia menambahkan bahwa game
online yang mengandung unsur kekerasan dan sadisme (violence and gore)
memberikan dampak lebih besar daripada kejahatan yang berasal dari televisi
bahkan dari kejahatan yang sesungguhnya.
“Karena permainan tersebut memicu
perilaku-perilaku agresif dan sadistis pada diri anak, dan bisa mengakibatkan
dorongan kepada anak untuk bertindak kriminal seperti yang dilihatnya,”
tulisnya.
Selain itu, dunia maya juga rawan
akan penipuan. Belum lama ini, Mahasiswa Universitas Terbuka, Jakarta telah
mengalami penipuan. Muhammad Hamzah harus kehilangan kurang lebih Rp 12 juta
setelah melakukan transaksi jual beli ponsel di situs berniagashop.webs.com.
“Akhir Desember lalu, saya sudah
lapor polisi, tapi belum ditindaklanjuti,” ungkap Hamzah.
Diakui atau tidak, kemajuan TIK
perlahan mulai mengubah pola hidup dan pola pikir masyarakat. Seyogianya,
sebagai orang tua, selalu memantau perkembangan anak dengan tanpa mengekang
kreativitas ataupun dunia mereka. Karena anak memiliki dunianya sendiri, mereka
hidup dengan segala imajinasi dan teman-teman yang mereka miliki.
Tugas orangtua adalah mendidik
dan mengarahkan agar mereka tidak terjebak dalam dunia yang dipenuhi dengan
kegelapan, tapi juga dunia yang diwarnai dengan keceriaan dan kebahagiaan,
serta dunia di mana mereka menilai citra dirinya (image of self) secara
positif dan memiliki rasa percaya diri (self esteem).
Lantas, bagaimanakah cara kita
menyikapinya? Salah seorang tokoh perlindungan anak, Kak Seto Mulyadi
mengatakan bahwa kemajuan TIK ini menjadi dilema—sangat diperlukan sekaligus
sangat ditakutkan. Semua tergantung kepada si pengguna.
Kak Seto memberi perumpamaan
kemajuan TIK itu ibarat pisau. Jika bisa digunakan dengan baik, ia bermanfaat
membantu kerja manusia, seperti memasak, memotong kertas, dan lain sebagainya.
Sebaliknya, jika disalahgunakan, ia bisa digunakan untuk membunuh, memeras, dan
lain sebagainya.
Akibat penyalahgunaan TIK memang tidak bisa ditampik
lagi. Adanya faktor ketergantungan, malas belajar, kecenderungan menyendiri
atau sulit bersosialisasi, perubahan tulisan tangan, kemudahan mengakses
pornografi, serta tindak kekejaman dan kekerasan, sering kali dikeluhkan para
orangtua dan pendidik.
Menyikapi permasalahan ini, Kak Seto menambahkan bahwa
penggunaan kemajuan teknologi sah-sah saja, asalkan harus ada yang mengawasi.
Ia berpesan agar peranti teknologi tidak untuk dikonsumsi secara privat,
melainkan sebagai konsumsi umum alias seluruh anggota keluarga.
Dengan begitu, kita sebagai
orangtua atau anggota keluarga bisa terus saling mengontrol aktivitas satu sama
lain. Para orangtua juga dapat memantau langsung apa saja yang dibuka si anak ketika
bermain internet. Sehingga ruang anak untuk mengakses hal yang tidak baik
semakin sempit.
Mungkin Anda sering mendapati, orangtua yang merasa
bangga karena mampu membelikan anak-anak mereka peranti teknologi canggih.
Sedangkan, dia sendiri sama sekali tidak bisa mengoperasikannya. Pertanyaannya,
bagaimana kita mengetahui apakah anak-anak menyimpan gambar atau video yang
tidak semestinya mereka lihat.
Oleh karena itu, para orangtua atau pendidik juga
dituntut untuk belajar teknologi agar tidak gagap teknologi (gaptek). Dengan
begitu, mereka bisa dengan mudah mengontrol dan mengawasi kegiatan anak-anak
dan tidak mudah tertipu dengan sikap manis anak mereka sendiri.
Tidak ada salahnya kita mengetahui suatu tempat
kejelekan agar kita bisa membendung diri kita—khususnya keluarga kita—dan
mengingatkan orang lain di sekitar kita. Dengan kata lain, mempelajari dan
mengetahui bahaya penyalahgunaan TIK, kemudian kita gunakan untuk membendungnya
Sebagai langkah preventif, orangtua bisa memblokir
situs-situs berbahaya agar si anak tidak dapat mengakses. Seperti memasang software
yang dirancang khusus untuk melindungi ‘kesehatan” anak. Misalnya, program nany
chip atau parents lock yang dapat memproteksi anak dengan mengunci
segala akses yang berbau seks dan kekerasan.
Lifestyle Blog juga melansir
cara-cara dalam memblokir situs-situs negatif di internet dengan mengakses Norton
Online Family. Sistem ini berguna untuk mengantisipasi masuknya situs-situs
yang kurang layak di komputer atau laptop anak. Norton Online Family ini
dapat diakses dengan mudah dan gratis. Dengan cara mengunduh dan menginstal di
komputer atau laptop anak, Norton Online Family bisa langsung digunakan.
Selain memblokir situs negatif,
sistem ini juga dapat menghubungkan komputer orangtua ke komputer anak,
sehingga orangtua dapat mengetahui apa saja yang dilakukan si anak ketika
berselancar (browsing) di dunia maya—termasuk ketika anak melakukan
percakapan (chat) dengan orang asing.
Untuk mengurangi akses anak
terhadap dunia maya, orangtua bisa juga menerapkan imbalan dan hukuman (reward
and punishment). Seperti yang dilakukan oleh Sulis Mawati, seorang ibu
rumah tangga yang memiliki anak perempuan dengan kebiasaan bermain internet.
Ia merasa harus lebih intensif
memperhatikan anaknya, terlebih ketika ia mendapati hasil chat milik
anaknya dalam situs jejaring sosial. Untuk itu, ia terpaksa mengurangi uang
jajan untuk mengurangi intensitas si anak bermain di warnet. “Ya, saya kurangin
uang jajan,” tutur ibu tiga orang anak ini.
Selain itu, orangtua harus
menjalin komunikasi yang baik dengan anak, serta memberitahukan kepada mereka
tentang bahaya-bahaya penggunaan internet. Meski sebuah pepatah mengatakan
“Hormatilah orangtuamu dan hormatilah guru!” namun kita juga tidak bisa
menampik hal sebaliknya, “Hormatilah anakmu dan hormatilah muridmu!”
Rasa saling menghormati dan menyayangi tidak bisa
seimbang jika tidak muncul dari kedua belah pihak. Fakta yang terjadi saat ini,
banyak orangtua dan guru yang merasa diri merekalah yang paling benar, terbaik,
dan yang selalu harus didengar. Mereka tidak menghargai pemikiran anak didiknya
bahkan selalu meremehkan perilaku anak, hanya mau memerintah, dan tidak pernah
mau mendengarkan permasalahan anak mereka.
Akibatnya, anak lebih memilih bersosialisasi dengan
teman sebayanya yang sama-sama labil atau mungkin melampiaskan permasalahan
mereka dengan sibuk bermain di dunia maya. Oleh karena itu, perilaku kurang
baik anak diharapkan untuk tidak dikesampingkan para pendidik melainkan untuk
lekas dihadapi dan dicari solusinya.
Bukan hal mustahil, jika anak dan orangtua sudah mau
saling membuka diri, berintrospeksi, menyayangi, dan peduli satu sama lain,
maka akan terhapus pulalah ragam ketakutan dan kekhawatiran dalam
penyalahgunaan kemajuan teknologi yang kerap terjadi di masyarakat kita
belakangan ini.
Dan yang terpenting adalah menanamkan nilai-nilai
agama dan akhlak mulia kepada anak dan anak didik. Dengan bekal agama, kita
akan dengan mudah memilih dan memilah suatu hal yang baik atau buruk. Tidak
hanya itu, kita juga mampu menjaga jarak dengan hal-hal yang bisa membuat kita
tergelincir.
Terakhir, sudah selayaknya orangtua senantiasa
mendoakan anak agar menjadi anak yang saleh dan salehah. Karena hanya Allah SWT
yang Maha Menggenggam segalanya. Dialah yang membolak-balikkan hati. Doa adalah
senjata bagi seorang Muslim
Tentu, orangtua tidak bisa mengawasi anak-anak mereka
selama 24 jam penuh. Di saat tidak dalam pengawasan orangtua, semoga mereka
tetap dalam lindungan-Nya. Begitulah Islam mengajarkan. Semoga anak-anak kita
menjadi generasi terbaik bagi masa depan bangsa dan agama.Refferensi:
1. http://www.majalahgontor.net/index.php?option=com_content&view=article&id=594:menyikapi-kemajuan-teknologi-informasi-dan-komunikasi&catid=40:laporan&Itemid=103
2. http://tonyseno.blogspot.com/2008/08/unified-communication-untuk-kelancaran.html
No comments:
Post a Comment