Bank Indonesia (BI) mendukung langkah pemerintah yang melarang transaksi
di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok menggunakan mata uang dolar Amerika
Serikat (AS). Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara
mengatakan, transaksi di dalam negeri harus menggunakan mata uang
rupiah.
Hal tersebut sesuai amanat dari UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. “UU itu harus kita patuhi karena dibuat oleh pemerintah dan DPR. Dan UU itu harus dipatuhi oleh penduduk Indonesia,” kata Mirza di komplek perkantoran BI di Jakarta, Jumat (27/6).
Dalam Pasal 21 Ayat (1) huruf c UU Mata Uang disebutkan bahwa rupiah wajib digunakan dalam transaksi keuangan yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “UU itu mengatakan bahwa semua transaksi di dalam negeri apakah itu tunai dan non tunai itu harus dilakukan dalam rupiah,” katanya.
Namun, lanjut Mirza, fakta yang terjadi masih terdapat transaksi komersial di Indonesia yang menggunakan mata uang dolar AS. Misalnya, transaksi terkait sewa menyewa propert, jual beli gas di dalam negeri hingga ongkos-ongkos pelabuhan. Padahal, transaksi-transaksi tersebut bukanlah transaksi ekspor impor, seperti pembayaran utang luar negeri.
Ia menilai, masih maraknya transaksi di dalam negeri yang menggunakan mata uang dolar AS lantaran banyak yang belum paham substansi dari UU Mata Uang tersebut. Atas dasar itu, BI dan pemerintah akan terus berkoordinasi dan melakukan sosialisasi terkait substansi UU tersebut.
“Maka sekarang BI bersama pemerintah membuat masyarakat paham tentang adanya UU (Mata Uang) itu, karena ada sanksi pidananya. Sekarang kita sosialiasikan lagi,” tutur Mirza.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung meminta transaksi keuangan di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok menggunakan mata uang rupiah. Permintaan ini sesuai dengan penerapan UU Mata Uang yang mewajibkan seluruh transaksi di dalam negeri menggunakan mata uang rupiah.
“Transaksi di lingkungan RI harus menggunakan mata uang rupiah. Kami sudah meminta PT Pelindo II agar seluruh perusahaan (di Pelabuhan Tanjung Priok) bisa mengimplementasikan UU itu,” kata pria yang disapa Chairul ini, Kamis (26/6).
Menurut Chairul, selama ini masih banyak transaksi keuangan di kawasan pelabuhan seluruh Indonesia, tidak hanya Tanjung Priok, yang menggunakan mata uang dolar AS dan belum sepenuhnya memanfaatkan rupiah. Ia berjanji, akan melakukan sosialisasi kewajiban penggunaan mata uang rupiah dalam setiap bertransaksi di wilayah Indonesia ini ke masyarakat.
“Kami akan melakukan sosialisasi selama tiga bulan, agar penggunaan rupiah bisa dilaksanakan di pelabuhan seluruh Indonesia, dan tidak ada lagi tekanan rupiah terhadap dolar secara berlebihan,” tutur Chairul.
Meski begitu, ia menilai transaksi perdagangan di kawasan pelabuhan menggunakan dolar AS masih wajar. Namun, amanat UU mata uang harus tetap dilaksanaka. Jika dilanggar, terdapat ancaman pidananya. “Di pelabuhan itu berlaku sistem internasional, jadi memang memakai dolar AS. Tapi UU ini menegaskan semua harus menggunakan rupiah, kalau tidak sanksinya pidana. Ini seharusnya berlaku sejak UU ini diterbitkan pada 2011,” katanya.
Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino tidak mempermasalahkan permintaan dari pemerintah untuk menggunakan rupiah dalam setiap transaksi keuangan. Hal ini dikarenakan pemanfaatan rupiah di kawasan pelabuhan telah meningkat dari tahun ke tahun.
Ia menjelaskan dari pendapatan PT Pelindo II yang tercatat mencapai Rp7,5 triliun pada 2013, sebanyak 65 persen transaksi keuangan telah menggunakan mata uang rupiah, atau meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. “Dulu tahun 2009, 60 persen pendapatan kita dalam dolar, 40 persen dalam rupiah. Tapi sekarang rupiah makin banyak, sekitar 35 persen dalam dolar, karena pendapatan domestik dalam negeri jauh lebih banyak,” katanya.
Lino mengatakan, PT Pelindo II bisa melakukan sosialisasi kepada pengguna jasa, dengan mewajibkan penggunaan rupiah dalam seluruh transaksi keuangan di wilayah pelabuhan. Meski begitu, tarif pelayanan yang tercantum dalam dolar AS tetap dicantumkan.
“Nanti tarifnya tetap dalam dolar AS, tapi yang disepakati pembayarannya dalam rupiah. Kita kasih tahu saja (kepada pengguna jasa, red), kita terima dalam rupiah, dengan kursnya segini, memakai kurs beli dan kurs jual,” tutupnya.
Hal tersebut sesuai amanat dari UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. “UU itu harus kita patuhi karena dibuat oleh pemerintah dan DPR. Dan UU itu harus dipatuhi oleh penduduk Indonesia,” kata Mirza di komplek perkantoran BI di Jakarta, Jumat (27/6).
Dalam Pasal 21 Ayat (1) huruf c UU Mata Uang disebutkan bahwa rupiah wajib digunakan dalam transaksi keuangan yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “UU itu mengatakan bahwa semua transaksi di dalam negeri apakah itu tunai dan non tunai itu harus dilakukan dalam rupiah,” katanya.
Namun, lanjut Mirza, fakta yang terjadi masih terdapat transaksi komersial di Indonesia yang menggunakan mata uang dolar AS. Misalnya, transaksi terkait sewa menyewa propert, jual beli gas di dalam negeri hingga ongkos-ongkos pelabuhan. Padahal, transaksi-transaksi tersebut bukanlah transaksi ekspor impor, seperti pembayaran utang luar negeri.
Ia menilai, masih maraknya transaksi di dalam negeri yang menggunakan mata uang dolar AS lantaran banyak yang belum paham substansi dari UU Mata Uang tersebut. Atas dasar itu, BI dan pemerintah akan terus berkoordinasi dan melakukan sosialisasi terkait substansi UU tersebut.
“Maka sekarang BI bersama pemerintah membuat masyarakat paham tentang adanya UU (Mata Uang) itu, karena ada sanksi pidananya. Sekarang kita sosialiasikan lagi,” tutur Mirza.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung meminta transaksi keuangan di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok menggunakan mata uang rupiah. Permintaan ini sesuai dengan penerapan UU Mata Uang yang mewajibkan seluruh transaksi di dalam negeri menggunakan mata uang rupiah.
“Transaksi di lingkungan RI harus menggunakan mata uang rupiah. Kami sudah meminta PT Pelindo II agar seluruh perusahaan (di Pelabuhan Tanjung Priok) bisa mengimplementasikan UU itu,” kata pria yang disapa Chairul ini, Kamis (26/6).
Menurut Chairul, selama ini masih banyak transaksi keuangan di kawasan pelabuhan seluruh Indonesia, tidak hanya Tanjung Priok, yang menggunakan mata uang dolar AS dan belum sepenuhnya memanfaatkan rupiah. Ia berjanji, akan melakukan sosialisasi kewajiban penggunaan mata uang rupiah dalam setiap bertransaksi di wilayah Indonesia ini ke masyarakat.
“Kami akan melakukan sosialisasi selama tiga bulan, agar penggunaan rupiah bisa dilaksanakan di pelabuhan seluruh Indonesia, dan tidak ada lagi tekanan rupiah terhadap dolar secara berlebihan,” tutur Chairul.
Meski begitu, ia menilai transaksi perdagangan di kawasan pelabuhan menggunakan dolar AS masih wajar. Namun, amanat UU mata uang harus tetap dilaksanaka. Jika dilanggar, terdapat ancaman pidananya. “Di pelabuhan itu berlaku sistem internasional, jadi memang memakai dolar AS. Tapi UU ini menegaskan semua harus menggunakan rupiah, kalau tidak sanksinya pidana. Ini seharusnya berlaku sejak UU ini diterbitkan pada 2011,” katanya.
Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino tidak mempermasalahkan permintaan dari pemerintah untuk menggunakan rupiah dalam setiap transaksi keuangan. Hal ini dikarenakan pemanfaatan rupiah di kawasan pelabuhan telah meningkat dari tahun ke tahun.
Ia menjelaskan dari pendapatan PT Pelindo II yang tercatat mencapai Rp7,5 triliun pada 2013, sebanyak 65 persen transaksi keuangan telah menggunakan mata uang rupiah, atau meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. “Dulu tahun 2009, 60 persen pendapatan kita dalam dolar, 40 persen dalam rupiah. Tapi sekarang rupiah makin banyak, sekitar 35 persen dalam dolar, karena pendapatan domestik dalam negeri jauh lebih banyak,” katanya.
Lino mengatakan, PT Pelindo II bisa melakukan sosialisasi kepada pengguna jasa, dengan mewajibkan penggunaan rupiah dalam seluruh transaksi keuangan di wilayah pelabuhan. Meski begitu, tarif pelayanan yang tercantum dalam dolar AS tetap dicantumkan.
“Nanti tarifnya tetap dalam dolar AS, tapi yang disepakati pembayarannya dalam rupiah. Kita kasih tahu saja (kepada pengguna jasa, red), kita terima dalam rupiah, dengan kursnya segini, memakai kurs beli dan kurs jual,” tutupnya.
Refferensi:
1.http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt53ad60e0a5bcf/bi-dukung-larangan-bertransaksi-dolar-di-pelabuhan
No comments:
Post a Comment