Friday, June 27, 2014

Bos Freeport Kembali Datangi ESDM

CEO Freeport McMoran Copper & Gold Inc., Richard C. Adkerson, kembali mendatangi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sebelumnya, Adkerson juga pernah menyambangi Kementerian ESDM terkait dengan ketentuan bea keluar ekspor mineral. Kali ini, Adkerson menemui Direktur Jenderal Mineral dan Batubara. Diduga, pertemuan tersebut terkait penyelesaian renegosiasi kontrak tambang milik perusahaan tambang raksasa itu.

Adkerson tiba di kantor Ditjen Minerba KESDM pada siang hari, sekitar pukul 14.30. Tak terlihat ada petinggi Freeport Indonesia yang mendampingi kedatangannya. Kunjungan Adkerson berlangsung cukup singkat.

Sekitar pukul 15.00 ia keluar dari kantor Ditjen Minerba sambil bergegas menuju kendaraannya. Meskipun diberondong pertanyaan oleh beberapa jurnalis yang mengerubunginya, Adkerson bergeming untuk mengeluarkan pernyataan.

“I have no comment,” ujarnya lugas seraya menuju kendaraannya, Selasa (24/6).

Usai kepergian Adkerson, pejabat Ditjen Minerba pun tak ada yang memberikan pernyataan. Kendati demikian, ada dugaan cukup kuat bahwa pertemuan tersebut terkait dengan kepastian investasi yang akan diberikan Freeport kepada pemerintah, serta jaminan pemerintah atas investasi tersebut. Pasalnya, beberapa waktu lalu Menteri ESDM, Jero Wacik, sempat mengatakan pihaknya melibatkan Kejaksaan Agung dan ahli hukum dalam merumuskan jaminan kepastian investasi bagi Freeport.

Wacik menjelaskan bahwa hingga saat ini pemerintah masih belum menemui titik temu dengan perusahaan asal Amerika Serikat itu terkait renegosiasi kontrak. Dengan demikian, Kementerian ESDM pun masih terus mengupayakan proses renegosiasi. Hanya saja, Wacik mengakui ada kekhawatiran hal itu tak bisa diselesaikan dalam periode pemerintahan saat ini. Oleh karena itulah ia meminta masukan dari Kejaksaan Agung dan beberapa ahli.

"Kami masih menunggu masukan dari para ahli," katanya singkat.

Terkait dengan perpanjangan kontrak, Wacik mengingatkan bahwa kontrak tersebut akan berakhir pada tahun 2021. Sementara, permohonan perpanjangan kontrak dapat diajukan paling cepat dua tahun sebelum masa kontrak berakhir. Artinya, Freeport baru bisa mengajukan perpanjangan kontrak pada tahun 2019 mendatang.

“Dengan kata lain, pemerintahan SBY ini tidak memiliki kewenangan untuk memberi perpanjangan. Perpanjangan kontrak memang dilema. Kalau dikeluarkan sekarang bisa masalah. Padahal mereka  investasi lebih dari AS$12 miliar, dan kalau tidak ada indikasi perpanjangan bagaimana," ucap Wacik.

Kekhawatiran tak bisa diselesaikannya renegosiasi dengan segera, diakui Wacik membuat pemerintah harus memberi kepastian investasi. Ia menyebut, meskipun pemerintah belum memutuskan perpanjangan kontrak dengan Freeport, pihaknya tetap akan memberi kepastian investasi kepada Freepor. Ia mengatakan, Freeport menginginkan kepastian pengembalian investasi (return of investment). Menurut Wacik, hal ini sangat rasional karena pelaku usaha melakukan hal yang sama apabila telah menggelontorkan dana besar dalam berinvestasi.

"Jadi bagaimana caranya kami tidak menyatakan memperpanjang tapi mereka nyaman," tambahnya.

Indonesian Human Right Committe for Social Justice (IHCS), Gunawan mengingatkan, agar pemerintah terbuka kepada masyarakat dalam proses renegosiasi ini. Menurutnya, selama ini tim evaluasi penyesuaian kontrak karya yang dibentuk atas amanat Keppres No. 3 Tahun 2012 membahas renegosiasi secara tertutup. Diamelihat, tim itu enggan melibatkan warga lokal. Padahal, menurut Gunawan, kontrak karya yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak tidak sama dengan perjanjian usaha antara perusahaan.

"Tidak bisa renegosiasi ini hanya diwakili Jero Wacik atau Kementerian ESDM dengan manajemen Freeport semata. Bahkan dari pelaksanaan negosiasi terkesan dicegah munculnya persepsi bahwa ini persoalan publik. Padahal ini tidak sekadar hubungan privat," tegasnya.
 
Refferensi:

No comments:

Post a Comment